Bernie Sanders dan Alexandria Ocasio-Cortez (AOC). Kedua nama tersebut kerap kali disebut dalam perbincangan politik Amerika Serikat (AS) sejak 2016. Bernie merupakan kandidat yang bertarung di pemilihan Partai Demokrat tahun 2016 dan 2020. AOC merupakan anggota Kongres perempuan termuda dalam sejarah AS yang berhasil mengalahkan petahana yang telah menjabat selama sepuluh kali.[1] Namun, mereka terkenal bukan hanya karena itu. Keduanya terkenal karena telah mendeklarasikan sebagai seorang sosialis demokratis dan memperjuangkan program-program yang selaras dengan ideologi mereka. Merekalah figur utama sosialisme yang saat ini berkembang di AS.
Sanders dalam kampanyenya selalu berjanji akan menjalankan program-program yang menjamin kesejahteraan sosial. Program-programnya antara lain Medicare for All, biaya pendidikan tinggi yang terjangkau, sistem pajak progresif, menaikkan upah minimal, dan mencegah perubahan iklim.[2] Poin terakhir juga telah diajukan kepada Kongres oleh AOC melalui proposal Green New Deal, kebijakan yang bertujuan mentransformasi ekonomi supaya menggunakan energi yang ‘bersih’.[3] Kebijakan-kebijakan progresif seperti ini sebelumnya memang telah diperjuangkan oleh kelompok liberal.[4] Namun, kebijakan yang ditawarkan Sanders lebih radikal di bawah titel resmi sosialisme demokratis dan berhasil mendapatkan dukungan banyak orang.[5] Oleh karena itu, menjadi menarik untuk mengetahui mengapa sosialisme dapat bangkit di AS, negara yang telah sekian lama menjadi pendukung kuat kapitalisme?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini akan menggunakan perspektif konstruktivisme. Perspektif ini percaya bahwa struktur normatif — termasuk ide kolektif seperti pengetahuan, aturan, kepercayaan, dan norma — mengkonstruksi pemahaman, menentukan identitas dan kepentingan, dan menetapkan standar perlakuan yang tepat.[6] Konstruktivis juga meyakini bahwa dunia ini dikonstruksi secara sosial sehingga norma yang ada dalam masyarakat tidak muncul begitu saja, tetapi hasil dari sebuah siklus norma. Terdapat tiga tahapan siklus norma.[7] Pertama, kemunculan norma di mana aktor berusaha meyakinkan massa untuk menganut suatu norma baru. Norma tersebut akan mengalami kontestasi dengan norma terdahulu. Bila berhasil mencapai titik kritis, norma berada pada tahap kedua, yaitu norm cascade di mana aktor melakukan sosialisasi supaya seluruh orang menganut norma tersebut. Ketiga, internalisasi norma di mana norma tersebut telah diterima sebagai bagian dari kehidupan. Dengan perspektif konstruktivisme, tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas dalam tiga argumen.
Argumen pertama, sosialisme mengalami kebangkitan di AS karena ketidakpuasan terhadap sistem kapitalisme yang dianggap gagal bekerja sesuai teori. Privatisasi, deregulasi, dan liberalisasi pasar seharusnya akan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan PDB yang kemudian meningkatkan upah dan standar hidup untuk semua orang, serta memungkinkan pemerintah mengalokasikan anggaran lebih untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, hasil yang terjadi di masyarakat berbeda.[8] Pertama, upah rata-rata riil saat ini — setelah memperhitungkan inflasi — memiliki daya beli yang sama dengan 40 tahun lalu.[9] Kedua, pendapatan dan kekayaan antara jajaran keluarga terkaya dan termiskin semakin timpang dengan kekhawatiran hal tersebut akan mengurangi kesempatan ekonomi kalangan bawah.[10] Ketiga, jaminan sosial yang dipotong memperumit penyelesaian permasalahan seperti kemiskinan.[11]
Ketidakpuasan terhadap kapitalisme memperoleh momentum pada krisis finansial 2008 yang memperparah kelompok yang berada di garis kemiskinan. Pemerintah dianggap berpihak pada institusi keuangan dan mengkhianati masyarakat karena menggunakan pendapatan pajak untuk menalangi Wall Street yang dianggap turut memicu krisis. Padahal, di saat bersamaan banyak masyarakat kehilangan rumah akibat tidak mampu membayar cicilan.[12] Industri perbankan dan finansial yang tidak segera ditindak oleh pemerintah kemudian memicu demonstrasi ‘Occupy Wall Street’ yang melibatkan ribuan orang di berbagai kota.[13] Gerakan ini tidak bertahan lama, tetapi mampu membawa isu tersebut menjadi perhatian utama dan membantu bangkitnya sosialisme.[14]
Dengan begitu, dapat dilihat bahwa struktur kapitalisme yang beroperasi membentuk identitas di mana terdapat kalangan elite dan kelas pekerja. Lebih lanjut, kelas pekerja melihat diri mereka dirugikan dan ditindas oleh struktur yang ada sehingga merespons dengan menuntut upah yang lebih baik, pekerjaan yang terjamin, dan standar hidup yang lebih layak. Di sini, ide sosialisme yang sebelumnya telah ada tetapi tidak populer meraih perhatian kembali karena dianggap relevan dengan kepentingan mereka. Oleh karena itu, sosialisme dapat bangkit karena ketidakpuasan terhadap kapitalisme mendorong orang untuk tertarik terhadap sosialisme yang dianggap mampu mengakomodasi kepentingan mereka.
Argumen kedua, sosialisme mengalami kebangkitan di AS karena kata tersebut tidak lagi berkonotasi buruk, terutama di kalangan kaum muda. Secara umum, golongan tua memandang sosialisme sebagai hal yang tabu, kotor, berbahaya, dan tidak cocok diterapkan di AS.[15] Sementara itu, golongan muda berpandangan bahwa tidak ada yang salah dengan sosialisme. Survei yang dilakukan YouGov menunjukkan bahwa 70% milenial dan 64% gen Z mungkin memilih kandidat sosialis dibandingkan 44% gen X dan 36% baby boomers. Selain itu, 50% milenial dan 49% gen Z cenderung tidak menerima kapitalisme dibandingkan 58% gen X dan 63% baby boomers yang bersikap hangat terhadap pasar bebas.[16]
Hal ini sangat terkait dengan perbedaan situasi dunia pada masa pertumbuhan golongan tua dan anak muda di AS. Golongan tua tumbuh di masa Perang Dingin saat AS sedang bersaing dengan Uni Soviet.[17] Persepsi bahwa Uni Soviet adalah negara komunis yang mengekang rakyatnya tersebar luas dalam masyarakat hingga sosialisme — sebagai temannya komunisme — dipandang sebagai sistem yang buruk dan mengancam kebebasan individu. Selain itu, golongan tua menikmati masa-masa awal pelaksanaan kapitalisme di mana mereka merasakan dampak yang cukup signifikan. Sementara itu, golongan muda lahir dan tumbuh di masa isu-isu progresif tersebar luas, terutama berkat internet.[18] Mereka juga merasakan secara langsung bagaimana dampak buruk kapitalisme, terutama akibat krisis finansial. Mereka terbebani oleh pinjaman pendidikan dan harga rumah yang meroket, serta ketidakpastian pekerjaan.[19]
Dapat dilihat bahwa perubahan pandangan terhadap sosialisme yang utamanya terjadi di generasi yang berbeda dibentuk oleh struktur dunia yang berbeda. Struktur Perang Dingin yang menekankan pada rivalitas AS-Uni Soviet berhasil menggandakan efek ketakutan warga AS saat itu terhadap komunis-otoriter ala Uni Soviet dan sosialisme. Sementara itu, struktur dunia kini yang lebih bebas dan saling terkoneksi membuat golongan muda lebih mudah memperoleh pengetahuan, terbuka dengan beragam pandangan, dan tidak mudah percaya dengan satu narasi. Oleh karena itu, golongan muda tidak serta merta menolak sosialisme seperti orang tua mereka. Golongan muda lebih mungkin untuk tertarik, mencari tahu, berdiskusi, atau menghadiri kegiatan terkait sosialisme sehingga pada akhirnya mereka lebih mungkin untuk mendukung sosialisme.
Argumen ketiga, sosialisme mengalami kebangkitan di AS karena mulai banyak digunakan sebagai alat politik. Seperti yang telah dijelaskan di awal, Sanders dan AOC secara terang-terangan mendeklarasikan diri sebagai sosialis demokratik. Democratic Socialists of America (DSA), organisasi resmi sosialis demokratik di AS, telah mendukung 62 kandidat sosialis dari Partai Demokrat untuk mengisi jabatan di berbagai tingkat.[20] Banyak dari mereka berhasil memenangi pemilihan di mana beberapa diantaranya berhasil mengalahkan petahana ataupun dinasti politik setempat.[21] Melalui penggunaan sosialisme sebagai basis dalam perjuangan politik, ide tersebut dapat mencapai banyak kalangan dan menjadi pembahasan sehari-hari, membuka kesempatan bagi orang-orang untuk lebih tertarik dengan sosialisme.
Dalam siklus norma, para politisi tersebut merupakan norm entrepreneurs yang berusaha meyakinkan publik untuk menganut sosialisme. Mereka membingkai bahwa isu kesejahteraan sosial dapat diselesaikan melalui kebijakan-kebijakan sosialis demokratik. Mereka juga membingkai krisis finansial 2008 dan demonstrasi Occupy Wall Street sebagai bukti bahwa kapitalisme gagal menjamin kesejahteraan masyarakat. Sanders misalnya, membahas isu ketimpangan ekonomi dengan menggambarkannya sebagai akibat dari sekelompok elite terkaya yang menguasai dan mempengaruhi keputusan pemerintah, alih-alih faktor lain seperti globalisasi.[22] Selain norm entrepreneurs, DSA sebagai organizational platform juga berperan penting dalam mengampanyekan sosialisme. Berkat Sanders, jumlah anggota DSA melesat dari hanya segelintir menjadi 50.000 orang.[23] Melalui jaringan mereka yang berada di akar rumput dan keanggotaan yang terus tumbuh, sosialisme dapat mencapai lebih banyak audiens secara efektif.
Proses persuasi terhadap publik yang dilakukan norm entrepreneurs dan organizational platform tersebut menunjukkan norma masih berada pada tahapan siklus yang pertama, yaitu kemunculan norma. Sejauh ini, sosialisme belum dapat mencapai tahap kedua karena belum berhasil mencapai titik kritis, yaitu keadaan di mana norma telah diadopsi oleh massa yang cukup besar dan telah terinstitusionalisasi dengan menjadi aturan resmi.[24] Sosialisme memang telah didukung oleh lebih banyak orang dibandingkan sebelumnya, tetapi belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencapai titik kritis. Selain itu, tuntutan kebijakan oleh sosialis demokratik belum terinstitusionalisasi dalam kebijakan pemerintah. Salah satu indikator bahwa sosialisme belum mencapai titik kritis adalah mundurnya Sanders dari kandidat presiden dan proposal Green New Deal yang ditolak oleh pemerintah.
Sosialisme belum berhasil menuju ke tahap selanjutnya akibat ia harus berkontestasi dengan norma terdahulu, yaitu kapitalisme. Kalangan bisnis, politisi, dan pemerintah menjadi ujung tombak dalam kontestasi ini. Meski banyak sosialis demokratik berasal dari Partai Demokrat, terdapat pihak-pihak dalam Partai Demokrat yang tidak mendukung sosialisme. Politisi dari kedua partai — terutama Republik — membentuk narasi-narasi untuk melawan sosialisme, meski tidak jarang kontraproduktif karena melempar tuduhan yang tidak berdasar. Misalnya, narasi bahwa AS akan bernasib seperti Venezuela bila menerapkan sosialisme, padahal sosialisme yang dibawa Sanders adalah sosialis demokratik yang menekankan pada kesejahteraan sosial seperti negara Skandinavia.[25] Dengan begitu, terdapat perdebatan secara luas antara pendukung sosialisme dan kapitalisme.
Kontestasi dengan kapitalisme yang telah berjalan selama puluhan tahun memang tidak mudah. Para norm entrepreneurs dan organizational platform sadar akan hal itu. Mereka sebagai sosialis demokratis — sosialisme yang mencapai tujuannya melalui demokrasi — memulai langkah dengan mendukung kebijakan yang sejalan dengan ideologi mereka.[26] Dengan begitu, jalan yang ditempuh memang masih panjang, tetapi melihat perkembangan yang cukup pesat, bukan tidak mungkin suatu saat sosialisme dapat mencapai titik kritis, Apalagi, sosialisme di AS memiliki penafsiran yang cukup luas sehingga sangat memungkinkan beberapa isu — seperti kesejahteraan sosial atau kontrol pemerintah yang lebih besar — memiliki pendukung yang sangat banyak di luar pendukung resmi sosialisme.[27]
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa sosialisme sedang mengalami kebangkitan di AS. Hal ini disebabkan oleh, pertama, ketidakpuasan terhadap kapitalisme yang dianggap gagal bekerja sesuai teori. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh sebagian orang mendorong mereka mencari alternatif dan sosialisme dipandang sesuai dengan kepentingan mereka. Kedua, sosialisme tidak lagi berkonotasi buruk. Hal ini membuat orang-orang tidak langsung menolak ide tersebut dan memungkinkan mereka untuk mempelajari dan tertarik dengan sosialisme. Ketiga, sosialisme mulai banyak digunakan sebagai alat politik oleh politisi sehingga memungkinkan orang-orang tertarik dengan sosialisme melalui program dan kampanye yang dilakukan secara masif. Meski perjalanan masih panjang, terdapat kemungkinan sosialisme dapat mencapai titik kritis dan menuju tahap siklus norma selanjutnya.
Bibliografi
Astor, Maggie. “What Is Democratic Socialism? Whose Version Are We Talking About?” The New York Times, June 12, 2019. https://www.nytimes.com/2019/06/12/us/politics/democratic-socialism-facts-history.html.
Baylis, John, Steve Smith, and Patricia Owens. The Globalization of World Politics. 6th ed. Oxford: Oxford University Press, 2014.
Brundenius, Claes. Reflections on Socialism in the Twenty-First Century: Facing Market Liberalism, Rising Inequalities and the Environmental Imperative. Cham: Springer, 2020.
Cassidy, John. “Why Socialism Is Back.” The New Yorker, June 18, 2019. https://www.newyorker.com/news/our-columnists/why-socialism-is-back.
DeSilver, Drew. “For Most Americans, Real Wages Have Barely Budged for Decades.” Pew Research Center, August 7, 2018. https://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/08/07/for-most-us-workers-real-wages-have-barely-budged-for-decades/.
Greene, Brian. “How ‘Occupy Wall Street’ Started and Spread.” U.S. News & World Report, October 17, 2011. https://www.usnews.com/news/washington-whispers/articles/2011/10/17/how-occupy-wall-street-started-and-spread.
Haltiwanger, John. “Here’s the Difference between a ‘Socialist’ and a ‘Democratic Socialist’.” Business Insider Singapore, February 12, 2020. https://www.businessinsider.sg/difference-between-socialist-and-democratic-socialist-2018-6?r=US&IR=T.
Hoffower, Hillary. “70% Of Millennials Say They’d Vote for a Socialist. 5 Facts about Their Debt-Saddled Economic Situation Tell You Why.” Business Insider Singapore, November 1, 2019. https://www.businessinsider.sg/millennials-would-vote-socialist-bernie-sanders-elizabeth-warren-debt-2019-10?r=US&IR=T.
Horowitz, Juliana Menasce, Ruth Igielnik, and Rakesh Kochhar. “Trends in U.S. Income and Wealth Inequality.” Pew Research Center’s Social & Demographic Trends Project, January 19, 2020. https://www.pewsocialtrends.org/2020/01/09/trends-in-income-and-wealth-inequality/.
Paz, Isabella Grullón. “Why Some Young Voters Are Choosing Democratic Socialism Over the Democratic Party.” The New York Times, October 15, 2019. https://www.nytimes.com/2019/10/15/us/politics/young-democratic-socialists.html#.
Pramuk, Jacob. “A 28-Year-Old Hispanic Woman, Alexandria Ocasio-Cortez, Won Her Primary, Defeating 10-Term Incumbent Joe Crowley in a Massive Upset.” CNBC, June 28, 2018. https://www.cnbc.com/2018/06/26/alexandria-ocasio-cortez-beats-high-ranking-house-democrat-joe-crowley.html.
Pramuk, Jacob. “Expect Trump to Make More ‘Socialism’ Jabs as He Faces Tough 2020 Re-Election Fight.” CNBC, February 6, 2019. https://www.cnbc.com/2019/02/06/trump-warns-of-socialism-in-state-of-the-union-as-2020-election-starts.html.
Roberts, David. “The Green New Deal, Explained.” Vox, December 21, 2018. https://www.vox.com/energy-and-environment/2018/12/21/18144138/green-new-deal-alexandria-ocasio-cortez.
Sanders, Bernie. “Agenda for America: 12 Steps Forward<.” Sen. Bernie Sanders. Accessed May 22, 2020. https://www.sanders.senate.gov/agenda/.
Waxman, Olivia B. “What Is Democratic Socialism? How It Differs from Communism.” Time, October 24, 2018. https://time.com/5422714/what-is-democratic-socialism/.
Younge, Gary. “Socialism Used to Be a Dirty Word. Is America Now Ready to Embrace It?” The Guardian, September 6, 2019. https://www.theguardian.com/us-news/2019/sep/06/socialism-used-to-be-a-dirty-word-is-america-now-ready-to-embrace-the-ideology.
[1] Jacob Pramuk, “A 28-Year-Old Hispanic Woman, Alexandria Ocasio-Cortez, Won Her Primary, Defeating 10-Term Incumbent Joe Crowley in a Massive Upset,” CNBC, June 28, 2018, https://www.cnbc.com/2018/06/26/alexandria-ocasio-cortez-beats-high-ranking-house-democrat-joe-crowley.html.
[2] Bernie Sanders, “Agenda for America: 12 Steps Forward<,” Sen. Bernie Sanders, accessed May 22, 2020, https://www.sanders.senate.gov/agenda/)
[3] David Roberts, “The Green New Deal, Explained,” Vox, December 21, 2018, https://www.vox.com/energy-and-environment/2018/12/21/18144138/green-new-deal-alexandria-ocasio-cortez.
[4] Claes Brundenius, Reflections on Socialism in the Twenty-First Century: Facing Market Liberalism, Rising Inequalities and the Environmental Imperative (Cham: Springer, 2020), 103.
[5] John Cassidy, “Why Socialism Is Back,” The New Yorker, June 18, 2019, https://www.newyorker.com/news/our-columnists/why-socialism-is-back.
[6] John Baylis, Steve Smith, and Patricia Owens, The Globalization of World Politics, 6th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2014), 166.
[7] Ibid., 165.
[8] Cassidy, “Why Socialism Is Back.”
[9] Drew DeSilver, “For Most Americans, Real Wages Have Barely Budged for Decades,” Pew Research Center, August 7, 2018, https://www.pewresearch.org/fact-tank/2018/08/07/for-most-us-workers-real-wages-have-barely-budged-for-decades/.
[10] Juliana Menasce Horowitz, Ruth Igielnik, and Rakesh Kochhar, “Trends in U.S. Income and Wealth Inequality,” Pew Research Center’s Social & Demographic Trends Project, January 19, 2020, https://www.pewsocialtrends.org/2020/01/09/trends-in-income-and-wealth-inequality/.
[11] Cassidy, “Why Socialism Is Back.”
[12] Cassidy, “Why Socialism Is Back.”
[13] Brian Greene, “How ‘Occupy Wall Street’ Started and Spread,” U.S. News & World Report, October 17, 2011, https://www.usnews.com/news/washington-whispers/articles/2011/10/17/how-occupy-wall-street-started-and-spread.
[14] Brundenius. Reflections on Socialism in the Twenty-First Century, 106.
[15] John Haltiwanger, “Here’s the Difference between a ‘Socialist’ and a ‘Democratic Socialist’,” Business Insider Singapore, February 12, 2020, https://www.businessinsider.sg/difference-between-socialist-and-democratic-socialist-2018-6?r=US&IR=T.
[16] Hillary Hoffower, “70% Of Millennials Say They’d Vote for a Socialist. 5 Facts about Their Debt-Saddled Economic Situation Tell You Why.,” Business Insider Singapore, November 1, 2019, https://www.businessinsider.sg/millennials-would-vote-socialist-bernie-sanders-elizabeth-warren-debt-2019-10?r=US&IR=T.
[17] Haltiwanger, “Here’s the Difference between.”
[18] Isabella Grullón Paz, “Why Some Young Voters Are Choosing Democratic Socialism Over the Democratic Party,” The New York Times, October 15, 2019, https://www.nytimes.com/2019/10/15/us/politics/young-democratic-socialists.html#.
[19] Paz, “Why Some Young Voters.”
[20] Olivia B. Waxman, “What Is Democratic Socialism? How It Differs from Communism,” Time, October 24, 2018, https://time.com/5422714/what-is-democratic-socialism/.
[21] Younge, “Socialism Used to Be.”
[22] Cassidy, “Why Socialism Is Back.”
[23] Waxman, “What to Know About.”
[24] Baylis, Smith, and Owens. The Globalization of World Politics, 165.
[25] Jacob Pramuk, “Expect Trump to Make More ‘Socialism’ Jabs as He Faces Tough 2020 Re-Election Fight,” CNBC, February 6, 2019, https://www.cnbc.com/2019/02/06/trump-warns-of-socialism-in-state-of-the-union-as-2020-election-starts.html.
[26] Maggie Astor, “What Is Democratic Socialism? Whose Version Are We Talking About?,” The New York Times, June 12, 2019, https://www.nytimes.com/2019/06/12/us/politics/democratic-socialism-facts-history.html.
[27] Astor, “What is Democratic Socialism?”